Khash dan Aam bag.II
Kapan dalil
muthlaq berubah menjadi muqayyad?
Jika terdapat
dua dalil, yang satu muthlaq dan lainnya muqayyad maka ada 4 hal :
1. Jika hukum dan sebabnya sama, maka dalil muthlaq berubah menjadi muqayyad, contoh :
1. Jika hukum dan sebabnya sama, maka dalil muthlaq berubah menjadi muqayyad, contoh :
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنْزِيْرِ
diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi ( Al-Maidah : 3 )
قُلْ لاَّ أَجِدُ فِى مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا
عَلىَ طَاعِمٍ يَّطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَّّكُوْنَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا
مَّسْفُوْحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ
Katakanlah: "Tiadalah aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi ( Al-An’am : 145 )
Dalil yang pertama
muthlaq “Darah” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Darah
yang mengalir”
Hukum kedua dalil diatas adalah sama yaitu pengharaman
darah, dan sebab kedua dalil diatas pun sama yaitu penjelasan tentang
jenis-jenis makanan yang diharamkan, maka dalil pertama yang bersifat muthlaq
berubah menjadi muqayyad.
2. Jika hukum dan sebabnya berbeda, maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
2. Jika hukum dan sebabnya berbeda, maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
وَالسَّارِقُ
وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya ( Al-Maidah : 38 )
يَأَيُّهاَ
الّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلىَ الصَّلاَةِ فاَغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلىَ الْمَراَفِقِ
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku ( Al-Maidah : 6 )
Dalil yang pertama
muthlaq “Tangan” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad)
“Tangan sampai siku”
Hukum dalil pertama wajibnya potong tangan sedangkan
hukum dalil kedua wajibnya mencuci tangan, sebab dalil pertama karena
mencuri sedangkan sebab dalil kedua karena hendak melaksanakan shalat, maka
dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang yang
mencuri tidak dipotong tangannya sampai dengan siku) kemudian di dalam hadits
dijelaskan tentang hukum potong tangan bagi orang yang mencuri adalah sampai
pergelangan tangan.
3. Jika hukumnya berbeda namun sebabnya sama maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
3. Jika hukumnya berbeda namun sebabnya sama maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
فَلَمْ
تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْداً طَيِّباً فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ
وَأَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ
lalu
jika kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik
(bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu ( Al-Maidah : 6 )
يَأَيُّهَا
الّذِيْنَ آمَنُوْا إِذاَ قُمْتُمْ إِلىَ الصّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ
وَأَيْدِيَكُمْ إِلىَ الْمَراَفِقِ
Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku ( Al-Maidah : 6 )
Dalil yang pertama
muthlaq “Tangan” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Tangan
sampai siku”
Hukum dalil pertama wajibnya bertayamum ketika hendak
melakukan shalat dan tidak ada air sedangkan hukum dalil kedua wajibnya
berwudhu dan sebab kedua dalil diatas sama yaitu hendak melaksanakan shalat,
maka dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang
yang bertayamum tidak mengusap tangannya sampai dengan siku), di dalam
hadits dijelaskan Rasulullah SAW mengatakan kepada Ammar bin Yasir hukum
mengusap tangan ketika bertayamum adalah sampai pergelangan tangan. (namun
madzhab syafi’i dan hanafi berpendapat lain)
4. Jika hukumnya sama namun sebabnya berbeda maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
4. Jika hukumnya sama namun sebabnya berbeda maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :
وَالذَّيْنَ
يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِماَ قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ
رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا
orang-orang
yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua
suami isteri itu bercampur. (Al-Mujadalah : 3)
وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَئاً
فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ
dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang
beriman serta membayar
diat
(An-Nisa : 92)
Dalil yang pertama muthlaq “Budak” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Budak yang beriman”
Hukum keduanya sama yaitu tentang kafarat namun sebab
dalil yang pertama adalah zihar dan sebab dalil yang kedua adalah membunuh,
maka dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang
yang menzihar istrinya boleh memerdekakan budak kafir, tidak wajib memerdekakan
budak yang mukmin - namun madzhab syafi’i berpendapat lain)
Aam
Aam secara bahasa yaitu Assyamil ( yang mencangkup
keseluruhan )
Secara istilah Aam adalah suatu lafazh yang mencangkup
keseluruhan tanpa ada batasan
Contoh lafazh – lafazh Aam :
1. Diantara lafazh Aam yaituكُلُّ، جَمِيْعُ، كَافَّةُ، عَامَّةُ yang berarti semua atau setiap, contoh:
1. Diantara lafazh Aam yaituكُلُّ، جَمِيْعُ، كَافَّةُ، عَامَّةُ yang berarti semua atau setiap, contoh:
كُلُّ نَفْسٍ ذاَئِقَةُ الْمَوْتِ
tiap-tiap yang berjiwa akan
merasakan mati. ( Ali – Imran : 185 )
قُلْ
يَأَيُّهَا النّاَسُ إِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعاً
Katakanlah: "Hai manusia
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua ( Al-A’raf : 158 )
وَقَاتِلُوْا المُشْرِكِيْنَ كَافَّةً
dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya ( At-Taubah : 36 )
Rasulullah SAW
bersabda dari Jabir RA :
وَكَانَ
النَّبِيُّ يُبْعَثُ اِلىَ قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ اِلىَ النَّاسِ عَامَّةً
“Para nabi di utus
khusus hanya kepada kaumnya dan Aku di utus kepada seluruh manusia”
(HR.Bukhari)
2. Jamak yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh:
2. Jamak yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh:
إِنَّ
اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
(Al-Baqarah : 222)
3. Jamak yang di idhafahkan, contoh:
3. Jamak yang di idhafahkan, contoh:
حُرِّمَتْ
عَلَيْكُمْ أُمَّهاَتُكُمْ
diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu
(An-Nisa : 23)
4. Mufrad yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh :
4. Mufrad yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh :
إِنَّ
الإِنْساَنَ لَفِى خُسْرٍ
Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian (Al-Ashr : 2)
- Mufrad yang di
dahului alif lam yang tidak menerangkan makna keseluruhan, contoh :
كَماَ أَرْسَلْناَ إِلىَ فِرْعَوْنَ رَسُوْلاً فَعَصىَ
فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَأَخَذْناَهُ أَخْذاً وَبِيْلاً
Sebagaimana Kami telah mengutus
Rasul kepada Fir'aun, Maka Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa Dia
dengan siksaan yang berat. (Al-Muzammil : 15-16)
Sehingga makna Rasul
pada ayat ini tidak berarti seluruh Rasul tetapi yang di maksud adalah Musa
alahis salam.
5. Mufrad yang di idhafahkan, contoh :
5. Mufrad yang di idhafahkan, contoh :
وَإِنْ
تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهاَ
dan jika kamu menghitung nikmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya (Ibrahim : 34)
6. Isim maushul الذي ، الذان ، الذين ، التي ، اللتان ، اللاتي
وَالذِّيْنَ
يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ بِغَيْرِ ماَكْتَسَبُوْا فَقَدِ
احْتَمَلُوْا بُهْتاَناً وَإِثْماً مُبِيْناً
dan orang-orang yang menyakiti
orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka
Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al-ahzab :
58)
7. Isim syarat من ، ما ، أين ، أيّ
7. Isim syarat من ، ما ، أين ، أيّ
فَمَنْ
شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَالْيَصُمْهُ
Barangsiapa
di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah
ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah :185)
8. Isim istifham من
، ما ، أين ، متى ، أيّ
أَيُّكُمْ
يَأْتِيْنِيْ بِأَرْشِهاَ
Siapakah di antara kamu sekalian
yang sanggup membawa singgasananya kepadaku. (Annaml : 38)
9. Isim nakirah dalam kalimat nafi, larangan, syarat, dan kalimat pemberian, contoh
:
Kalimat
tauhid : Laa ilaha illallah لا إله إلا
الله
10. Dhamir jamak, contoh :
وَأَقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَآتُوْا الزَّكاَةَ
dan dirikanlah shalat dan
tunaikanlah zakat. (Al-Baqarah : 110)
Dalil Aam terbagi menjadi tiga :
1. Dalil Aam yang maksudnya
tetap Aam seperti :
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِى الأَرْضِ إِلاَّ عَلىَ اللهِ
رِزْقُهاَ
dan
tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi
rezkinya. (Hud:6)
2. Dalil Aam namun maksudnya khusus seperti :
3. Dalil Aam yang dikhususkan baik pada lanjutan kalimat/ayat berikutnya atau dikhususkan dengan dalil lain secara terpisah, seperti :
وَ لله عَلىَ النّاَسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاَعَ
إِلَيْهِ سَبِيْلاً
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali-Imran : 97)
maksud dari kata manusia disini adalah orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah dan bukan seluruh manusia secara umum yang mampu dan tidak mampu.
3. Dalil Aam yang dikhususkan baik pada lanjutan kalimat/ayat berikutnya atau dikhususkan dengan dalil lain secara terpisah, seperti :
إِنَّ الإِنْساَنَ لَفِى خُسْرٍ إِلاَّ الذَّيْنَ
آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحاَتِ وَتَواَصَوْا باِلحَقِّ وَتَواَصَوْا
بِالصّبْرِ
Sesungguhnya manusia itu
benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati
supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Al-Ashr 2-3)
Dalil Aam yang
berubah menjadi khusus karena ada dalil lain (secara terpisah) seperti :
1. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan ayat Alqur’an lainnya :
1. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan ayat Alqur’an lainnya :
وَالمُطَلَّقاَتُ
يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ
wanita-wanita yang ditalak
handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (Al-Baqarah : 228)
يَأَيُّهاَ
الذَّيْنَ آمَنُوْا إِذاَ نَكَحْتُمُ المُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ
قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَماَ لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ
تَعْتَدُّوْنَهاَ فَمَتِّعُوْهُنَّ
وَسَرِّحُوْهُنَّ سَراَحاً جَمِيْلاً
Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan
mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka
'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka
mut'ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.
(Al-Ahzab : 49)
Sehingga dalil yang pertama
tidaklah bersifat umum kepada semua wanita tapi dalil tersebut berlaku bagi wanita-wanita
yang sudah dicampuri saja.
2. Hadits yang di khususkan dengan hadits lainnya :
2. Hadits yang di khususkan dengan hadits lainnya :
Rasulullah SAW bersabda dari Ibnu
Umar ra :
“Perkebunan yang di airi dengan air
hujan maka zakatnya adalah 1/10” (HR.Bukhari)
Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda
dari Abi Said ra :
“Perkebunan yang hasilnya kurang
dari 5 ausuq maka tidak ada zakatnya.” (HR.Bukhari
Muslim)
Sehingga dalil pertama berlaku jika
hasil perkebunan lebih dari 5 ausuq (1 wasaq = 60 sha’)
3. Hadits yang di khususkan dengan ayat Alqur’an :
3. Hadits yang di khususkan dengan ayat Alqur’an :
Rasulullah
SAW bersabda dari Ibnu Umar :
“Aku
diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada
ilah selain Allah..”
(HR.Bukhari Muslim)
Kemudian
di dalam Alqur’an surat Attaubah 29 Allah SWT berfirman :
حَتّىَ
يُؤْطُوْا الجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُوْنَ
sampai mereka membayar jizyah
dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.
Sehingga jika seseorang enggan
untuk masuk islam namun ia membayar jizyah maka tidak boleh untuk diperangi.
4. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan hadits :
4. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan hadits :
Di
dalam surat Annisa 24 Allah SWT berfirman :
وَأُحِلَّ
لَكُمْ مَاوَرَاءَ ذاَلِكُمْ
dan Dihalalkan bagi kamu selain
yang demikian
kemudian dalam
hadits dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda dari Abi Hurairah :
“ Tidak boleh menikahi
wanita dan saudari dari bapaknya secara bersamaan dan tidak pula menikahi wanita dan saudari dari ibunya secara
bersamaan.” (HR.Bukhari Muslim)
Sehingga saudari bapak atau ibu
dari sang wanita adalah orang yang haram untuk dinikahi ketika kita menikahi
wanita tersebut.
Jumhur ulama
berpendapat bahwa dalil Aam hukumnya Zhanniy sedangkan Madzhab Hanafiyah
berpendapat bahwa dalil Aam hukumnya Qath’iy.