Minggu, 09 Desember 2012

Ushul fiqh


Khash dan Aam bag.II


Kapan dalil muthlaq berubah menjadi muqayyad?

Jika terdapat dua dalil, yang satu muthlaq dan lainnya muqayyad maka ada 4 hal :

1. Jika hukum dan sebabnya sama, maka dalil muthlaq berubah menjadi muqayyad, contoh :



حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ


diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi ( Al-Maidah : 3 )



قُلْ لاَّ أَجِدُ فِى مَا أُوْحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلىَ طَاعِمٍ يَّطْعَمُهُ إِلاَّ أَنْ يَّّكُوْنَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَّسْفُوْحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيْرٍ

Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi ( Al-An’am : 145 )

Dalil yang pertama muthlaq “Darah” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Darah yang mengalir”

Hukum kedua dalil diatas adalah sama yaitu pengharaman darah, dan sebab kedua dalil diatas pun sama yaitu penjelasan tentang jenis-jenis makanan yang diharamkan, maka dalil pertama yang bersifat muthlaq berubah menjadi muqayyad.

2. Jika hukum dan sebabnya berbeda, maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :



وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا

 laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya  ( Al-Maidah : 38 )




يَأَيُّهاَ الّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا قُمْتُمْ إِلىَ الصَّلاَةِ فاَغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلىَ الْمَراَفِقِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku ( Al-Maidah : 6 )

Dalil yang pertama muthlaq “Tangan” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Tangan sampai siku”

Hukum dalil pertama wajibnya potong tangan sedangkan hukum dalil kedua wajibnya mencuci tangan, sebab dalil pertama karena mencuri sedangkan sebab dalil kedua karena hendak melaksanakan shalat, maka dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang yang mencuri tidak dipotong tangannya sampai dengan siku) kemudian di dalam hadits dijelaskan tentang hukum potong tangan bagi orang yang mencuri adalah sampai pergelangan tangan.


3. Jika hukumnya berbeda namun sebabnya sama maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :




فَلَمْ تَجِدُوْا مَاءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْداً طَيِّباً فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَأَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ

lalu jika kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu ( Al-Maidah : 6 )




يَأَيُّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا إِذاَ قُمْتُمْ إِلىَ الصّلاَةِ فَاغْسِلُوْا وُجُوْهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلىَ الْمَراَفِقِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku ( Al-Maidah : 6 )

Dalil yang pertama muthlaq “Tangan” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Tangan sampai siku”

Hukum dalil pertama wajibnya bertayamum ketika hendak melakukan shalat dan tidak ada air sedangkan hukum dalil kedua wajibnya berwudhu dan sebab kedua dalil diatas sama yaitu hendak melaksanakan shalat, maka dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang yang bertayamum tidak mengusap tangannya sampai dengan siku), di dalam hadits dijelaskan Rasulullah SAW mengatakan kepada Ammar bin Yasir hukum mengusap tangan ketika bertayamum adalah sampai pergelangan tangan. (namun madzhab syafi’i dan hanafi berpendapat lain)


4. Jika hukumnya sama namun sebabnya berbeda maka dalil muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad, contoh :



وَالذَّيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِماَ قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا

orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. (Al-Mujadalah : 3)



وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِناً خَطَئاً فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ

dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang budak yang 
  beriman serta membayar diat 
(An-Nisa : 92)

Dalil yang pertama muthlaq “Budak” sedangkan dalil kedua lebih spesifik (muqayyad) “Budak yang beriman”

Hukum keduanya sama yaitu tentang kafarat namun sebab dalil yang pertama adalah zihar dan sebab dalil yang kedua adalah membunuh, maka dalil pertama yang bersifat muthlaq tidak berubah menjadi muqayyad (orang yang menzihar istrinya boleh memerdekakan budak kafir, tidak wajib memerdekakan budak yang mukmin - namun madzhab syafi’i berpendapat lain)


Aam

Aam secara bahasa yaitu Assyamil ( yang mencangkup keseluruhan )

Secara istilah Aam adalah suatu lafazh yang mencangkup keseluruhan tanpa ada batasan

Contoh lafazh – lafazh Aam :

1. Diantara lafazh Aam yaituكُلُّ، جَمِيْعُ، كَافَّةُ، عَامَّةُ yang berarti semua atau setiap, contoh:


كُلُّ نَفْسٍ ذاَئِقَةُ الْمَوْتِ

tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. ( Ali – Imran : 185 )



قُلْ يَأَيُّهَا النّاَسُ إِنِّيْ رَسُوْلُ اللهِ إِلَيْكُمْ جَمِيْعاً

Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua ( Al-A’raf : 158 )


وَقَاتِلُوْا المُشْرِكِيْنَ كَافَّةً

dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya ( At-Taubah : 36 )

Rasulullah SAW bersabda dari Jabir RA :


وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ اِلىَ قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ اِلىَ النَّاسِ عَامَّةً

“Para nabi di utus khusus hanya kepada kaumnya dan Aku di utus kepada seluruh manusia” (HR.Bukhari)


2. Jamak yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh:


إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

  
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (Al-Baqarah : 222)


3. Jamak yang di idhafahkan, contoh:



حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهاَتُكُمْ

diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu (An-Nisa : 23)


4Mufrad yang di dahului alif lam yang menerangkan makna keseluruhan, contoh :


إِنَّ الإِنْساَنَ لَفِى خُسْرٍ

   
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian (Al-Ashr : 2)


- Mufrad yang di dahului alif lam yang tidak menerangkan makna keseluruhan, contoh :



كَماَ أَرْسَلْناَ إِلىَ فِرْعَوْنَ رَسُوْلاً فَعَصىَ فِرْعَوْنُ الرَّسُوْلَ فَأَخَذْناَهُ أَخْذاً وَبِيْلاً

Sebagaimana Kami telah mengutus Rasul kepada Fir'aun, Maka Fir'aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa Dia dengan siksaan yang berat. (Al-Muzammil : 15-16)

Sehingga makna Rasul pada ayat ini tidak berarti seluruh Rasul tetapi yang di maksud adalah Musa alahis salam.


5. Mufrad yang di idhafahkan, contoh :



وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لاَ تُحْصُوْهاَ

dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya (Ibrahim : 34)


6Isim maushul   الذي ، الذان ، الذين ، التي ، اللتان ، اللاتي
 Contoh :


وَالذِّيْنَ يُؤْذُوْنَ الْمُؤْمِيْنَ وَالمُؤْمِناَتِ بِغَيْرِ ماَكْتَسَبُوْا فَقَدِ احْتَمَلُوْا بُهْتاَناً وَإِثْماً مُبِيْناً
  
dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al-ahzab : 58)


7Isim syarat    من ، ما ، أين ، أيّ



فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَالْيَصُمْهُ

Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. (Al-Baqarah :185)

8Isim istifham   من ، ما ، أين ، متى ، أيّ



أَيُّكُمْ يَأْتِيْنِيْ بِأَرْشِهاَ


Siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku. (Annaml : 38)



9. Isim nakirah dalam kalimat nafi, larangan, syarat, dan kalimat pemberian, contoh :

Kalimat tauhid : Laa ilaha illallah   لا إله إلا الله



10Dhamir jamak, contoh :


وَأَقِيْمُوْا الصَّلاَةَ وَآتُوْا الزَّكاَةَ

dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. (Al-Baqarah : 110)



Dalil Aam terbagi menjadi tiga :



1. Dalil Aam yang maksudnya tetap Aam seperti :


وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِى الأَرْضِ إِلاَّ عَلىَ اللهِ رِزْقُهاَ

dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya. (Hud:6)



2. Dalil Aam namun maksudnya khusus seperti :


وَ لله عَلىَ النّاَسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطاَعَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً

mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali-Imran : 97)

maksud dari kata manusia disini adalah orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah dan bukan seluruh manusia secara umum yang mampu dan tidak mampu.


3Dalil Aam yang dikhususkan baik pada lanjutan kalimat/ayat berikutnya atau dikhususkan dengan dalil lain secara terpisah, seperti :


إِنَّ الإِنْساَنَ لَفِى خُسْرٍ  إِلاَّ الذَّيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوْا الصَّالِحاَتِ وَتَواَصَوْا باِلحَقِّ وَتَواَصَوْا بِالصّبْرِ
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,  kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
(Al-Ashr 2-3)



Dalil Aam yang berubah menjadi khusus karena ada dalil lain (secara terpisah) seperti :


1. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan ayat Alqur’an lainnya :



وَالمُطَلَّقاَتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ

wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru' (Al-Baqarah : 228)



يَأَيُّهاَ الذَّيْنَ آمَنُوْا إِذاَ نَكَحْتُمُ المُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوْهُنَّ فَماَ لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّوْنَهاَ  فَمَتِّعُوْهُنَّ وَسَرِّحُوْهُنَّ سَراَحاً جَمِيْلاً

  
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah[1225] dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. (Al-Ahzab : 49)

Sehingga dalil yang pertama tidaklah bersifat umum kepada semua wanita tapi dalil tersebut berlaku bagi wanita-wanita yang sudah dicampuri saja.


2Hadits yang di khususkan dengan hadits lainnya :

Rasulullah SAW bersabda dari Ibnu Umar ra :

“Perkebunan yang di airi dengan air hujan maka zakatnya adalah 1/10” (HR.Bukhari)

Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda dari Abi Said ra :

“Perkebunan yang hasilnya kurang dari 5 ausuq maka tidak ada zakatnya.” (HR.Bukhari Muslim)

Sehingga dalil pertama berlaku jika hasil perkebunan lebih dari 5 ausuq (1 wasaq = 60 sha’)


3. Hadits yang di khususkan dengan ayat Alqur’an :

Rasulullah SAW bersabda dari Ibnu Umar :

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah..” (HR.Bukhari Muslim)

Kemudian di dalam Alqur’an surat Attaubah 29 Allah SWT berfirman :




حَتّىَ يُؤْطُوْا الجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُوْنَ

sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam Keadaan tunduk.

Sehingga jika seseorang enggan untuk masuk islam namun ia membayar jizyah maka tidak boleh untuk diperangi.


4. Ayat Alqur’an yang di khususkan dengan hadits :

Di dalam surat Annisa 24 Allah SWT berfirman :


وَأُحِلَّ لَكُمْ مَاوَرَاءَ ذاَلِكُمْ


dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian

kemudian dalam hadits dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda dari Abi Hurairah :

“ Tidak boleh menikahi wanita dan saudari dari bapaknya secara bersamaan dan tidak pula menikahi  wanita dan saudari dari ibunya secara bersamaan.” (HR.Bukhari Muslim)

Sehingga saudari bapak atau ibu dari sang wanita adalah orang yang haram untuk dinikahi ketika kita menikahi wanita tersebut.

Jumhur ulama berpendapat bahwa dalil Aam hukumnya Zhanniy sedangkan Madzhab Hanafiyah berpendapat bahwa dalil Aam hukumnya Qath’iy.

Minggu, 30 September 2012

Ushul fiqh


Khash dan Aam bag.I


Khash atau khusus (الخَاصُّ  ) adalah suatu lafazh yang digunakan untuk makna tertentu dan tidak bisa digunakan untuk makna lain

Contoh lafazh - lafazh khash :

مُحَمَّدٌ   nama seseorang ), maka tidak bisa selainnya kita panggil dengan nama  مُحَمَّدٌ

رَجُلٌ  jenis ( manusia ) yaitu seorang laki-laki dewasa, sehingga tidak bisa اِمْرَأَةٌ ( perempuan ) kita sebut dengan kata رَجُلٌ

 إِنْسَانٌ   salah satu makhluq Allah yaitu manusia, maka  kata جِنٌّ ( jin ) tidak bisa dimasukan kedalam katagori إِنْسَانٌ

 العِلْمُ ( ilmu ) suatu lafazh yang menjelaskan makna tertentu yaitu lawan  dari kata الجَهْلُ 

 Bilangan, seperti : وَاحِدٌ  اِثْنَانِ  ثَلاَثَةٌ  عَشَرَةٌ  عِشْرُوْنَ مِئَةٌ أَلْفٌ   ( satu, dua, tiga, sepuluh, dua puluh, seratus, seribu dst )


Hukum khash

Khash adalah sesuatu yang jelas sehingga hukumnya adalah قَطْعِيٌّ ( qath’iy ) yaitu yang tidak mempunyai makna  lain, contoh :

فَمَنْ لََّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاَثَةِ أَيّاَمٍ – المائدة 89

“ Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka ( kafaratnya ) berpuasalah tiga hari..” 
( Al-Maidah : 89 )

Kata tiga pada ayat di atas adalah lafazh khash dan hukum khash adalah qath’iy sehingga tidak bisa di kurangi atau ditambah dari bilangan tersebut 



وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌ, فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ – النساء 12

“ Dan bagimu ( suami-suami ) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka tidak mempunyai anak, jika mereka ( istri-istrimu ) itu mempunyai anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya..” ( Annisa : 12 )

Kata seperdua dan seperempat pada ayat di atas adalah lafazh khash yang tidak bisa diartikan selain dari bilangan tersebut


Sebagaimana yang telah kami sampaikan bahwa hukum Khash adalah qath’iy  dan tidak ada khilaf diantara ulama dalam hal ini, madzhab hanafiyah selalu menjadikan khash sebagai landasan hukum ketika berargumen dengan para ulama yang tidak sependapat dengan beliau, diantara contohnya dalam ayat :

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلاَثَةَ قُرُوْءٍ – البقرة 228

“ Dan para istri yang diceraikan ( wajib ) menahan diri mereka ( menunggu ) tiga kali quru..” 
( Al-Baqarah 228 )

Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama dalam lafazh tiga di atas, namun yang menjadi perbedaan pendapat adalah dalam lafazh quru yang bisa berarti haidh dan bisa juga berarti suci

Madzhab hanafiyah berpendapat makna quru adalah haidh sehingga tiga quru berarti menunggu tiga kali haidh

Ulama yang tidak sependapat dengan madzhab hanafiyah mengatakan bahwa makna dari quru adalah suci sehingga tiga kali quru berarti menunggu tiga kali suci

Madzhab hanafiyah berargumen bahwa tiga adalah suatu bilangan yang merupakan lafazh khash dan hukum khash adalah qath’iy sehingga tiga quru disini berarti tiga kali haidh karena kalau tiga quru diartikan tiga kali suci maka waktu yang harus ditunggu adalah lebih atau kurang dari tiga quru dan itu tidak dibenarkan karena hukum dari qath’iy tidak memiliki makna lain selain dari yang disebutkan yaitu tiga

( lihat Ushul Assarkhasi jilid 1 hal 128 dan kitab Syarh Almanar oleh Ibnu Malik hal 78 )

Penjelasan : ( pent )

Rasulullah saw melarang umatnya untuk mentalaq istri pada saat haid, jika seseorang hendak mentalaq istrinya hendaklah dia mentalaq pada saat sang istri berada pada masa suci, sebagai ilustrasi lingkaran di dibawah ini adalah masa suci seorang istri dan tanda panah adalah saat di talaq, maka ada 2 kemungkinan :

1. Jika saat di talaq itu dihitung satu masa suci, maka wanita tersebut hanya menunggu 2 masa suci plus beberapa hari saja ( tidak genap 3 masa suci )

2. Namun jika saat di talaq itu tidak dihitung satu masa suci, maka wanita tersebut menunggu 3 masa suci plus beberapa hari ( lebih dari 3 masa suci )

Sedangkan kata tiga dalam kalimat tiga quru' adalah suatu bilangan yang mana bilangan adalah lafazh khash dan hukum khash adalah qath'iy tidak boleh kurang dan tidak boleh lebih, inilah yang dijadikan hujjah madzhab hanafiyah yang mengartikan kata quru' berarti haid





Alkhash atau khusus (الخَاصُّ  ) terbagi menjadi tiga bagian:

  1. Almuthlaq dan almuqayyad المطلق والمقيّد
  2. Al-amru   الأمر
  3. Annahyu  النّهي

1. Almuthlaq dan almuqayyad المطلق والمقيّد
Almuthlaq adalah lafazh yang menunjukan suatu benda/ orang, tunggal maupun jamak yang tidak terikat, artinya siapa atau apa saja bisa masuk ke dalamnya contoh lafazh :
رَجُلٌ    seorang lelaki dewasa, maka siapa saja yang bisa disebut seorang lelaki dewasa dapat disebut  رَجُلٌ dari daerah/ negara manapun dia
رِجَالٌ   beberapa orang lelaki dewasa.. idem
كِتَابٌ   buku, buku apapun dapat disebut  كِتَابٌ baik buku bermanfaat ataupun yang tidak bermanfaat

كُتُبٌ   buku-buku... idem

Almuqayyad adalah lafazh yang menunjukan suatu benda/ orang, baik berupa tunggal maupun jamak yang terikat, artinya tidak semuanya bisa masuk ke dalamnya contoh lafazh :
رَجُلٌ عِرَاقِيٌّ  seorang lelaki dewasa yang berasal dari Iraq, maka yang tidak berasal dari Iraq tidak bisa disebut رَجُلٌ عِرَاقِيٌّ
كُتُبٌ قَيِّمَةٌ   buku-buku yang bermanfaat, maka buku-buku yang tidak bermanfaat tidak bisa disebut كُتُبٌ قَيِّمَةٌ

Hukum muthlaq

Hukum muthlaq tetap tidak mengikat, artinya semua benda/ orang yang dapat dimasukkan kedalamnya, bisa disebut dengan lafazh tersebut (tidak spesifik) kecuali jika ada dalil lain yang mengikat atau menjadikannya muqayyad contoh :

وَالّذِيْنَ يُظَاهِرُوْنَ مِنْ نِّسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُوْدُوْنَ لِماَ قَالُوْا فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مِّنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا – المجادلة 3

“ Dan mereka yang menzihar istrinya, kemudian menarik kembali apa yang telah mereka ucapkan, maka (mereka diwajibkan) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur.” (Al-Mujadalah 3)

Kata رَقَبَة (seorang budak) adalah lafazh muthlaq sehingga yang diwajibkan adalah memerdekakan seorang budak, budak apa saja, baik muslim maupun kafir bagi suami yang menzihar istrinya kemudian ingin kembali kepadanya.



وَالَّذِيْنَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَاجًا يَّتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرِ وَّ عَشْرًا – البقرة 234

“ Dan orang yang mati diantara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari.  (Al-Baqarah : 234)

Kata أَزْوَاجًا istri-istri adalah lafazh muthlaq yang mencangkup istri yang sudah digauli dan istri yang belum digauli, masa idah mereka empat bulan sepuluh hari

Contoh dalil muthlaq yang kemudian berubah karena ada dalil lain yang menjadikannya muqayyad:

مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوْصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ – النساء 11

“ Setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayarkan) hutangnya.”  
(Annisa : 11)

Kata وَصِيَّةٍ wasiat adalah lafazh muthlaq namun dalam sebuah hadits :

Dari Sa’ad bin abi waqqash ra berkata: ditahun haji wada  Rasulullah saw menjengukku ketika aku sedang menderita sakit parah, lalu aku berkata “Wahai Rasulullah SAW aku menderita sakit parah, aku memiliki harta dan tidak ada yang mewarisiku kecuali putriku satu-satunya, apakah aku sedekahkan dua pertiga dari hartaku? Kemudian Rasulullah saw menjawab: tidak, kemudian aku berkata: kalau begitu setengahnya, beliau menjawab: tidak, kemudian aku berkata: kalau begitu sepertiganya, kemudian beliau membolehkan dengan berkata: sepertiga pun sudah cukup banyak, kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya adalah lebih baik dari pada kamu meninggalkannya dalam keadaan miskin yang kemudian dia meminta-minta kepada manusia.”  
( HR.Bukhari dan Muslim )

Hadits diatas menjelaskan bahwa batas maksimal wasiat adalah sepertiga sehingga dalil dalam surat annisa 11 tidak lagi muthlaq namun berubah menjadi muqayyad dengan hadits di atas.

Hukum muqayyad



Hukum muqayyad adalah spesifik (bersifat khusus) sampai ada dalil lain yang menjadikannya muthlaq/ bersifat umum (tidak spesifik) contoh :



فَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ – المجادلة 4



 “ Maka barang siapa tidak dapat (memerdekakan hamba sahaya), maka (dia wajib) berpuasa dua bulan berturut-turut.”  (Al-Mujadalah 4)



Kalimat شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ dua bulan berturut-turut adalah muqayyad yang artinya harus berturut-turut, maka tidak dibolehkan jika orang yang menzihar istrinya tidak mampu memerdekakan budak berpuasa dua bulan dengan tidak berturut-turut



فَتَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ – النساء 92



“ Maka hendaklah orang yang membunuh memerdekakan budak yang beriman.”  (Annisa 92)

Kalimat رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ budak yang beriman adalah muqayyad sehingga tidak dibolehkan bagi seorang muslim yang salah dalam membunuh, memerdekakan seorang budak kafir.

Contoh dalil muqayyad yang kemudian berubah karena ada dalil lain yang menjadikannya muthlaq :

di dalam alqur'an ketika menyebutkan ayat haramnya memakan babi, kalimat yang digunakan adalah daging babi ( lebih spesifik ) bukan babi secara muthlaq 

Al-An'am 145    لَحْمَ خِنْزِيْرٍ  


Al-Maidah 3     لَحْمُ خِنْزِيْرٍ

namun apakah yang diharamkan hanya dagingnya saja? sedangkan kulit, liur dan bagian lainnya tidak diharamkan?

diantara dalil yang dapat dijadikan rujukan adalah qiyas dan tingkatan qiyas yang tertinggi adalah qiyasul aula, jika daging yang tertutupi kulit dan lebih mulia dari air liurnya saja diharamkan, apalagi kulit dan liur itu sendiri yang tidak lebih mulia dari daging, sehingga maksud dari ayat diatas adalah haramnya memakan babi secara muthlaq.wallahu ta'ala a'lam..

Referensi : 
- Taisir ilmi ushulil fiqh Abdullah bin Yusuf Al-Judai'
- Alwajiz fii ushulil fiqh Dr.Abdulkarim Zaidan
- Halaqah ilmiyah bersama Syaikh Abdullah Abbas Alhadrami di Univ.Al-Iman Yaman